Warga di Israel Memblokir Jalan Tol, Minta Bebasin Sandera Gaza. Pada Selasa, 26 Agustus 2025, Tel Aviv, Israel, menjadi saksi aksi demonstrasi besar-besaran ketika ratusan warga memblokir jalan tol utama di kawasan Yakum dan sejumlah ruas jalan di ibu kota. Mereka menuntut pemerintah segera mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan sandera yang masih ditahan di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023. Aksi ini, yang ditandai dengan pembakaran ban dan spanduk bertuliskan wajah para sandera, mencerminkan keresahan publik terhadap kebuntuan negosiasi gencatan senjata. Dengan suasana yang memanas menjelang rapat kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, demonstrasi ini menarik perhatian dunia. Apa alasan di balik pemblokiran jalan, mengapa sebagian warga Israel mendukung Gaza, dan bagaimana tanggapan warga Gaza? Mari kita ulas lebih dalam. BERITA BOLA
Kenapa Warga Israel Memblokir Jalan Tersebut
Aksi pemblokiran jalan tol di Yakum dan sejumlah ruas di Tel Aviv dipicu oleh frustrasi warga terhadap lambatnya kemajuan dalam pembebasan sandera. Sekitar 50 warga Israel masih ditawan di Gaza, dengan 20 di antaranya diyakini masih hidup, menurut perkiraan otoritas Israel. Demonstrasi ini terjadi di tengah rencana pemerintah untuk melancarkan ofensif baru ke Kota Gaza, yang dikhawatirkan akan membahayakan nyawa sandera. Para demonstran, termasuk keluarga sandera, mengibarkan bendera Israel dan membawa foto-foto kerabat mereka, menyerukan gencatan senjata segera. Aksi ini juga merupakan bagian dari gelombang protes nasional yang lebih besar, yang mencakup mogok kerja oleh serikat buruh Histadrut pada awal September, menekan pemerintah untuk memprioritaskan pembebasan sandera ketimbang eskalasi militer. Ketegangan meningkat karena banyak warga menyalahkan Netanyahu atas kegagalan negosiasi, yang terhenti setelah gencatan senjata singkat pada Maret 2025.
Mengapa Warga Israel Malah Mendukung Warga Gaza
Sebagian warga Israel yang turun ke jalan menunjukkan simpati terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza, yang memburuk akibat perang 22 bulan terakhir. Krisis kemanusiaan di Gaza, dengan lebih dari 61.000 kematian warga Palestina dan kelaparan yang meluas, telah memicu empati di kalangan demonstran, terutama keluarga sandera yang percaya bahwa gencatan senjata akan menguntungkan kedua belah pihak. Banyak demonstran, seperti Ruby Chen, ayah dari seorang tentara yang tewas pada 2023, menekankan bahwa kehidupan lebih penting daripada balas dendam. Aksi solidaritas ini juga didorong oleh kecaman internasional terhadap pembatasan bantuan kemanusiaan oleh Israel, yang menyebabkan kematian anak-anak akibat malnutrisi. Para demonstran berpendapat bahwa mengakhiri perang tidak hanya akan membebaskan sandera, tetapi juga meredakan penderitaan warga Gaza, yang kini hidup di tengah kehancuran infrastruktur dan kekurangan makanan serta air bersih.
Tanggapan Warga Gaza Atas Warga Israel
Warga Gaza, yang menghadapi kondisi tragis akibat serangan Israel, memberikan tanggapan beragam terhadap aksi warga Israel. Pada 22 Agustus 2025, ratusan warga Palestina di Kota Gaza turun ke jalan menuntut diakhirinya serangan Israel, menunjukkan kemarahan atas rencana pendudukan Kota Gaza. Meski begitu, beberapa warga Gaza menyambut baik aksi warga Israel sebagai tanda harapan untuk perdamaian. Abu Al-Waleed Al-Zaq, seorang warga Gaza berusia 70 tahun, menyebut protes di Israel sebagai ekspresi kemanusiaan yang langka, meski ia tetap menyerukan penghentian agresi militer. Namun, sentimen dominan di Gaza tetap skeptis, mengingat skala kerusakan yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil dan menghancurkan 70% rumah di Gaza. Hamas, sebagai pihak yang menahan sandera, menyatakan kesiapan untuk negosiasi gencatan senjata 60 hari, tetapi menolak melucuti senjata kecuali negara Palestina terbentuk, menunjukkan ketegangan yang masih tinggi.
Kesimpulan: Warga di Israel Memblokir Jalan Tol, Minta Bebasin Sandera Gaza
Aksi pemblokiran jalan tol di Yakum dan Tel Aviv pada 26 Agustus 2025 mencerminkan kegelisahan warga Israel atas nasib sandera di Gaza dan kebuntuan negosiasi gencatan senjata. Didorong oleh kekhawatiran terhadap eskalasi militer dan empati terhadap krisis kemanusiaan di Gaza, demonstrasi ini menunjukkan polarisasi di Israel antara pendukung perang dan mereka yang mendambakan perdamaian. Tanggapan warga Gaza bercampur antara harapan dan skeptisisme, mencerminkan luka mendalam akibat konflik berkepanjangan. Dengan tekanan dari dalam dan luar negeri, termasuk seruan PBB untuk bantuan kemanusiaan, masa depan negosiasi tetap tidak pasti. Akankah aksi warga ini mendorong solusi diplomatik? Dengan solidaritas yang muncul di kedua belah pihak, harapan untuk perdamaian masih ada, meski jalan menuju kesepakatan penuh tantangan.