Pria di Malaysia Ini Mencabuli Bayi Berusia 9 Bulan. Kasus kekerasan seksual terhadap bayi yang mengejutkan kembali mengguncang masyarakat Malaysia. Seorang pria berusia 40 tahun bernama Mohamed Badruldin dijatuhi hukuman berat oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam pada 24 November 2025 atas tuduhan menyodomi dan membunuh bayi laki-laki berusia sembilan bulan yang berada di bawah pengasuhan istrinya. Peristiwa mengerikan ini terjadi di Projek Perumahan Rakyat Lembah Subang pada 27 April 2021, tapi vonis terbaru ini membuka luka lama dan picu kemarahan publik. Bayi tak berdaya itu disodomi sebelum dicekik hingga tewas, meninggalkan keluarga dan masyarakat dalam duka mendalam. Kasus serupa yang pernah terjadi pada 2018 di Bandar Baru Bangi menambah bobot tragedi ini, menyoroti kegagalan sistem pengawasan terhadap anak-anak rentan. INFO CASINO
Kronologi Kejadian yang Mengerikan: Pria di Malaysia Ini Mencabuli Bayi Berusia 9 Bulan
Peristiwa tragis itu bermula di pagi hari 27 April 2021. Bayi laki-laki berusia sembilan bulan, yang dipercayakan kepada istri Badruldin sebagai pengasuh, berada di rumah rusun mereka di Lembah Subang. Antara pukul 08.00 hingga 15.30, Badruldin—seorang penganggur—melakukan kekerasan seksual terhadap bayi tersebut. Hasil autopsi dari Rumah Sakit Sungai Buloh mengungkap fakta mengerikan: air mani pelaku ditemukan di usus besar dan anus korban, sementara penyebab kematian adalah cekikan yang menyebabkan asfiksia. Bayi itu dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tak sadarkan diri oleh ibu pengasuh, tapi usaha resusitasi gagal—ia dinyatakan meninggal pukul 12.18 siang keesokan harinya.
Badruldin, yang saat itu berusia 36 tahun, mengaku bersalah atas dua tuduhan: pembunuhan di bawah Seksyen 302 Kanun Keseksaan dan penyodoman di bawah Akta Keseksaan Seksual terhadap Kanak-kanak 2007. Sidang berlangsung empat tahun, dengan bukti forensik yang tak terbantahkan. Hakim Mahkamah Tinggi, Datuk Ab Karim Ab Rahman, sebut perbuatan itu “keji dan tak manusiawi,” menekankan dampak traumatis terhadap keluarga korban dan masyarakat.
Hukuman yang Dianggap Masih Ringan: Pria di Malaysia Ini Mencabuli Bayi Berusia 9 Bulan
Pengadilan menjatuhkan hukuman 30 tahun penjara dan 13 kali cambukan untuk Badruldin, efektif sejak tanggal ditangkap. Jaksa sempat tuntut hukuman mati, tapi hakim pertimbangkan pengakuan bersalah dan latar belakang pelaku yang tak punya catatan kriminal sebelumnya. Namun, vonis ini langsung picu kontroversi. Aktivis hak anak seperti dari Malaysian Council for Child Welfare sebut hukuman itu “terlalu lunak” untuk kejahatan sekeji ini, menuntut revisi undang-undang agar kasus kekerasan seksual terhadap balita wajib hukuman mati. Keluarga korban, melalui pernyataan ibu bayi, ungkapkan kekecewaan: “Tidak ada hukuman yang bisa kembalikan anak saya, tapi setidaknya dia harus bayar seumur hidup.”
Kasus ini mirip tragedi 2018 di Bandar Baru Bangi, di mana suami pengasuh lain cabuli bayi sembilan bulan yang sama tragisnya. Polisi catat lebih dari 1.500 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Malaysia tahun 2024, dengan 20 persen korban di bawah lima tahun—tanda pola yang mengkhawatirkan.
Respons Masyarakat dan Pemerintah
Kabar vonis ini langsung viral di media sosial, dengan tagar #JusticeForBabyGaza—nama panggilan korban—kumpul jutaan unggahan. Warga Malaysia dari berbagai lapisan tuntut perlindungan lebih ketat untuk anak asuhan pengasuh, termasuk pemeriksaan latar belakang wajib dan CCTV di tempat penitipan. Kementerian Wanita, Keluarga dan Pembangunan Masyarakat umumkan program edukasi anti-kekerasan anak di 500 pusat pengasuhan, sementara Perdana Menteri Anwar Ibrahim sebut kasus ini “panggilan untuk aksi segera.” Polisi bentuk pasukan khusus untuk selidiki 200 laporan serupa yang tertunda, fokus pada daerah rawan seperti Lembah Subang. Aktivis seperti Ivy Josiah dari Women’s Aid Organisation bilang, “Ini bukan kasus terisolasi—sistem kita gagal lindungi yang paling rentan.”
Kesimpulan
Kasus pencabulan dan pembunuhan bayi sembilan bulan oleh Mohamed Badruldin jadi noda hitam baru di sejarah kekerasan anak Malaysia, dengan vonis 30 tahun yang meski berat, masih dirasa kurang oleh banyak pihak. Dari kronologi mengerikan hingga tuntutan reformasi, tragedi ini ungkap lubang besar dalam pengawasan pengasuhan anak. Masyarakat dan pemerintah kini punya tanggung jawab: bukan cuma hukuman, tapi pencegahan nyata agar anak-anak aman dari monster di rumah sendiri. Bayi itu tak bisa bicara, tapi jeritannya bergema melalui kisah ini—dan harus jadi pendorong perubahan sebelum korban berikutnya lahir. Malaysia, dengan kemajuan sosialnya, tak boleh biarkan kegelapan seperti ini merayap lagi.