Perbatasan Antara Thailand-Kamboja Kembali Memanas

perbatasan-antara-thailand-kamboja-kembali-memanas

Perbatasan Antara Thailand-Kamboja Kembali Memanas. Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas pada September 2025, menyusul serangkaian insiden bersenjata yang meningkatkan ketegangan di wilayah sengketa, khususnya di sekitar Kuil Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom. Ketegangan ini, yang berakar dari sengketa wilayah sejak era kolonial, telah memicu baku tembak, penutupan pos perbatasan, dan tuduhan saling provokasi. Meskipun upaya mediasi ASEAN dan internasional telah dilakukan, situasi tetap rawan. Artikel ini akan mengulas sejarah singkat perdamaian antara kedua negara, penyebab kembalinya konflik, potensi korban, dan implikasinya bagi kawasan Asia Tenggara. BERITA BOLA

Apakah Mereka Sudah Sempat Damai
Thailand dan Kamboja memang pernah mencapai momen-momen damai dalam sejarah panjang sengketa perbatasan mereka. Setelah konflik bersenjata pada 2008-2011 di sekitar Kuil Preah Vihear, yang menewaskan puluhan orang, kedua negara sepakat untuk meredakan ketegangan melalui mediasi ASEAN pada 2011. Mahkamah Internasional (ICJ) juga menegaskan pada 2013 bahwa Kuil Preah Vihear dan wilayah sekitarnya milik Kamboja, mendorong Thailand untuk menarik pasukannya. Pada 2000, kedua negara membentuk Komisi Batas Bersama untuk menyelesaikan sengketa secara damai, meski kemajuan signifikan tidak tercapai.

Pada Juni 2025, setelah baku tembak singkat yang menewaskan seorang tentara Kamboja, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen mengadakan pembicaraan telepon untuk mendinginkan situasi. Gencatan senjata sementara diumumkan pada akhir Juli 2025 di bawah mediasi Malaysia, dengan kesepakatan untuk menarik pasukan dan membuka dialog. Namun, perdamaian ini rapuh, karena kedua belah pihak terus memperkuat posisi militer mereka di perbatasan, menunjukkan bahwa ketegangan belum sepenuhnya reda.

Kenapa Mereka Berdua Bisa Kembali Memanas Lagi
Eskalasi terbaru dipicu oleh insiden pada awal September 2025, ketika Thailand menuduh pasukan Kamboja melanggar wilayah di dekat Prasat Ta Muen Thom, situs sengketa lain di perbatasan. Kamboja membantah tuduhan ini, mengklaim pasukannya hanya berpatroli di wilayah sah mereka. Ketegangan meningkat setelah laporan bahwa Thailand menahan beberapa personel militer Kamboja, yang dianggap Phnom Penh sebagai tindakan melanggar hukum. Media sosial memperkeruh situasi, dengan narasi nasionalis dari kedua pihak yang saling menuduh melakukan provokasi.

Akar masalahnya tetap pada sengketa historis sejak Perjanjian Prancis-Siam 1907, yang menetapkan peta perbatasan dianggap tidak akurat oleh Thailand. Kamboja bersikukuh pada peta tersebut, sementara Thailand menggunakan peta skala berbeda yang mengklaim wilayah tambahan. Insiden seperti larangan menyanyikan lagu kebangsaan Kamboja di situs sengketa pada Februari 2025 dan ledakan ranjau darat yang melukai tentara Thailand pada Juli 2025 juga memicu eskalasi. Selain itu, dinamika politik internal di kedua negara, termasuk skandal bocornya pembicaraan antara Paetongtarn dan Hun Sen, memperumit upaya diplomasi dan memicu sentimen nasionalis yang memperburuk konflik.

Apakah Peristiwa Ini Akan Kembali Memakan Banyak Korban
Konflik ini berpotensi memakan korban lebih banyak jika tidak segera diredam. Pada Juli 2025, bentrokan di wilayah Segitiga Zamrud dan sekitar Kuil Ta Muen Thom menewaskan sedikitnya 33 orang, termasuk warga sipil, dan memaksa lebih dari 170.000 orang mengungsi dari kedua sisi perbatasan. Penggunaan artileri berat, roket, dan jet tempur F-16 oleh Thailand, serta roket BM21 oleh Kamboja, menunjukkan intensitas pertempuran yang tinggi. Tuduhan penggunaan ranjau darat baru oleh Kamboja, yang dibantah sebagai peninggalan era 1980-an, menambah risiko bagi warga sipil dan militer.

Penutupan pos perbatasan dan embargo ekonomi, seperti larangan impor buah dan layanan internet oleh Kamboja, juga berdampak pada warga lokal, terutama di Sa Kaeo (Thailand) dan Poipet (Kamboja), yang bergantung pada perdagangan lintas batas. Jika eskalasi militer berlanjut, korban jiwa dan pengungsi bisa meningkat drastis, sementara kerugian ekonomi diperkirakan mencapai miliaran dolar karena gangguan perdagangan bilateral, yang pada 2024 bernilai lebih dari 4 miliar dolar AS. Tekanan dari komunitas internasional, termasuk seruan gencatan senjata oleh Presiden AS dan mediasi ASEAN, belum cukup kuat untuk menjamin perdamaian jangka panjang.

Kesimpulan: Perbatasan Antara Thailand-Kamboja Kembali Memanas
Konflik perbatasan Thailand-Kamboja yang kembali memanas pada September 2025 menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian di wilayah sengketa yang sarat sejarah. Meski pernah mencapai gencatan senjata, ketidakjelasan batas wilayah dan sentimen nasionalis terus menjadi pemicu ketegangan. Eskalasi ini tidak hanya mengancam nyawa warga sipil dan militer, tetapi juga stabilitas ekonomi dan politik di kedua negara. Mediasi ASEAN dan tekanan internasional harus diperkuat untuk mencegah konflik meluas, sementara kedua negara perlu mengesampingkan narasi nasionalis demi dialog yang konstruktif. Tanpa penyelesaian permanen atas sengketa perbatasan, kawasan ini akan terus berada di ujung tanduk, dengan risiko bencana kemanusiaan yang kian nyata.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *