Netanyahu Menunda RUU Pencaplokan Tepi Barat

netanyahu-menunda-ruu-pencapolkan-tepi-barat

Netanyahu Menunda RUU Pencaplokan Tepi Barat. Pagi Rabu, 23 Oktober 2025, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan penundaan kemajuan dua rancangan undang-undang (RUU) aneksasi Tepi Barat, hanya sehari setelah parlemen Knesset memilih untuk majukan proposal kontroversial itu. Keputusan ini datang di tengah tekanan kuat dari sekutu utama Israel, Amerika Serikat, di mana calon Wakil Presiden JD Vance sebut voting parlemen itu sebagai “penghinaan” terhadap rencana perdamaian Gaza era Trump. RUU tersebut, yang didorong kelompok sayap kanan seperti Otzma Yehudit, bertujuan terapkan hukum Israel di wilayah pendudukan yang diklaim Palestina. Meski voting awal lolos tipis 25-24, Netanyahu—pimpinan koalisi sayap kanan—langsung intervensi untuk hentikan proses. Ini bukan pertama kalinya isu aneksasi jadi bom waktu di Israel, terutama saat perang Gaza memasuki tahun kedua dan opini publik terbelah. Bagi Netanyahu, yang hadapi tuntutan korupsi dan polling rendah, penundaan ini jadi manuver politik cerdas—atau tanda kerapuhan koalisi.  INFO CASINO

Kronologi Voting Parlemen dan Isi RUU: Netanyahu Menunda RUU Pencaplokan Tepi Barat

Voting di Knesset pada 22 Oktober dimulai dengan presentasi dua RUU oleh anggota sayap kanan Bezalel Smotrich dari partai Religious Zionism. RUU pertama usul terapkan kedaulatan Israel di 60 persen Tepi Barat, termasuk pemukiman Yahudi seperti Ma’ale Adumim, sementara yang kedua dorong aneksasi bertahap di Area C di bawah Perjanjian Oslo. Proses itu lolos tahap awal dengan suara tipis, karena absennya 49 anggota parlemen dari Likud Netanyahu dan partai lain. “Ini langkah historis untuk amankan tanah leluhur,” kata Smotrich pasca-voting. Namun, tanpa dukungan Likud—yang pegang 32 kursi—RUU ini tak punya mayoritas untuk lolos tiga bacaan. Kronologi ini mirip proposal aneksasi 2020 di bawah Trump, yang ditunda Netanyahu setelah tekanan AS. Saat itu, RUU maju tapi gagal karena pandemi dan pemilu AS. Kini, dengan Gaza masih panas, voting ini picu demo di Tel Aviv oleh 2.000 aktivis pro-perdamaian yang sebutnya “provokasi berbahaya”.

Kritik Keras dari AS dan Dampak Diplomatik: Netanyahu Menunda RUU Pencaplokan Tepi Barat

Penundaan Netanyahu langsung dikaitkan kritik pedas dari AS, terutama JD Vance yang kunjungi Israel pada 21 Oktober. Saat bicara di Yerusalem, Vance sebut voting Knesset “penghinaan” terhadap rencana Trump untuk Gaza, yang usul zona aman dan normalisasi Arab-Israel tanpa aneksasi. “West Bank tak akan dianeksasi; itu kebijakan Trump,” tegas Vance, didukung Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang bilang langkah itu “bahayakan perdamaian”. AS, pemberi bantuan militer 3,8 miliar dolar AS tahunan, khawatir aneksasi picu boikot global dan eskalasi konflik. Respons Netanyahu cepat: ia instruksikan Likud boikot voting lanjutan, sebut “fokus utama perang Gaza”. Dampak diplomatik luas: Uni Eropa sebut RUU itu “langkah mundur” bagi solusi dua negara, sementara Palestina tuntut sanksi di PBB. Di Israel, koalisi Netanyahu goyah—Smotrich ancam cabut dukungan jika RUU mati, tapi Netanyahu pegang kendali parlemen. Polling post-voting tunjukkan dukungan koalisi turun 5 poin ke 48 persen.

Alasan Penundaan Netanyahu dan Implikasi Politik Domestik

Netanyahu tunda RUU untuk jaga keseimbangan: dukung basis sayap kanan tapi hindari konflik AS, sekutu kunci. “Kami prioritaskan kemenangan perang sebelum ekspansi,” katanya di konferensi pers 23 Oktober. Alasan lain: tekanan internal Likud, di mana menteri seperti Yoav Gallant khawatir aneksasi picu intifada baru. Secara politik, ini manuver cerdas—Netanyahu hadapi tuntutan korupsi di Mahkamah Agung, dan polling CDU-nya di 32 persen. Penundaan beri ruang negosiasi dengan Trump, yang janji dukung Israel tapi tolak aneksasi penuh. Implikasi domestik: sayap kanan marah, dengan demo 1.000 orang di Yerusalem tuntut “tanah penuh”. Oposisi seperti Yesh Atid pimpin Benny Gantz sebut ini “kemenangan sementara”, tapi Netanyahu untung dari narasi “pemimpin bijak”. Di Gaza, Hamas manfaatkan isu ini untuk propaganda, sebut aneksasi bukti “okupasi abadi”. Secara ekonomi, aneksasi bisa hambat investasi UE senilai 2 miliar euro tahun ini.

Kesimpulan

Penundaan RUU aneksasi Tepi Barat oleh Netanyahu pada 23 Oktober 2025 jadi manuver politik cerdas di tengah tekanan AS dan koalisi rapuh, di mana voting awal 25-24 picu kritik global. Dari kronologi parlemen hingga implikasi domestik, ini soroti ketegangan Israel: janji sayap kanan vs realitas diplomatik. Netanyahu selamatkan muka untuk sementara, tapi ancaman Smotrich ingatkan koalisi bisa pecah. Bagi Palestina dan dunia, penundaan ini beri napas—tapi solusi dua negara tetap jauh. Di akhirnya, isu Tepi Barat ingatkan bahwa perdamaian tak datang dari voting cepat, tapi dialog panjang. Netanyahu punya waktu—tapi berapa lama?

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *