Korsel Terkena Hujan Deras Yang Memicu Longsor. Korea Selatan menghadapi bencana alam besar akibat hujan deras yang mengguyur berbagai wilayah sejak pertengahan Juli 2025, memicu tanah longsor dan banjir yang merenggut nyawa serta merusak infrastruktur. Curah hujan ekstrem, yang disebut sebagai salah satu yang terparah dalam seabad, telah menyebabkan setidaknya lima kematian dan memaksa lebih dari 7.000 warga mengungsi. Wilayah seperti Seosan, Gwangju, dan Sancheong menjadi yang terdampak parah, dengan tanah longsor menimbun rumah dan jalanan terendam banjir. Artikel ini mengulas kronologi bencana, dampaknya, serta upaya penanganan yang dilakukan pemerintah setempat. BERITA LAINNYA
Kronologi Hujan Deras dan Longsor
Hujan deras mulai melanda Korea Selatan sejak Rabu, 16 Juli 2025, dengan intensitas puncak pada Kamis hingga Sabtu. Badan Meteorologi Korea (KMA) mencatat curah hujan di Seosan, Chungcheong Selatan, mencapai 558,6 milimeter dalam tiga hari, setara dengan 45% dari rata-rata curah hujan tahunan wilayah tersebut. Gwangju mencatat rekor 426,4 milimeter dalam sehari, memecahkan catatan tertinggi untuk bulan Juli. Fenomena ini dipicu oleh pertemuan massa udara dingin dari utara dengan udara lembap dari selatan, membentuk awan hujan besar yang memperpanjang durasi hujan ekstrem.
Tanah longsor terjadi di beberapa wilayah, termasuk Sancheong, di mana longsor menimbun dua rumah, menewaskan satu orang dan menyebabkan tiga lainnya hilang, termasuk seorang pemuda berusia 20-an dan pasangan lansia. Di Seosan, seorang pria berusia 50-an tewas terjebak dalam mobil yang terendam banjir, sementara di Osan, Gyeonggi, tembok penahan setinggi 10 meter runtuh, menewaskan penumpang mobil. Insiden lain di Gwangju melaporkan dua kematian akibat banjir, dengan satu orang hilang di dekat Jembatan Sinan.
Dampak pada Masyarakat dan Infrastruktur
Bencana ini menyebabkan kerusakan signifikan. Central Disaster and Safety Countermeasures Headquarters melaporkan 729 kasus kerusakan infrastruktur publik, termasuk 388 jalan terendam banjir, 133 tanah longsor, dan 57 kerusakan fasilitas sungai. Properti pribadi juga terdampak, dengan 1.014 kasus kerusakan, termasuk 64 gedung terendam dan 59 lahan pertanian tergenang. Di Gwangju, banjir mencapai setinggi lutut di beberapa kawasan, mengganggu aktivitas sehari-hari.
Lebih dari 7.000 warga dari 4.995 rumah tangga dievakuasi, dengan 2.800 di antaranya masih berada di tempat penampungan sementara. Petani seperti Lee Han-seob di Seosan kehilangan rumah dan ladang padi akibat banjir, menggambarkan kerugian besar yang belum pernah ia alami sebelumnya. Sekitar 403 sekolah ditutup, dan 166 sekolah melaporkan kerusakan properti, menurut Kementerian Pendidikan Korea Selatan.
Respons Pemerintah dan Upaya Penanggulangan: Korsel Terkena Hujan Deras Yang Memicu Longsor
Pemerintah Korea Selatan segera mengeluarkan peringatan darurat, mengimbau warga menjauhi tepi sungai, lereng curam, dan ruang bawah tanah untuk menghindari risiko banjir bandang dan longsor susulan. Tim penyelamat dikerahkan untuk membersihkan material longsor dan mengevakuasi warga dari daerah berisiko. Di Sancheong, otoritas setempat memerintahkan evakuasi massal untuk mencegah korban lebih banyak. Badan pemadam kebakaran nasional bekerja sama dengan tim darurat untuk mencari korban hilang, meski terkendala oleh kondisi cuaca ekstrem.
Pemerintah juga mengumumkan keringanan pajak untuk wilayah terdampak sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi. KMA memperingatkan bahwa hujan tambahan hingga 250 milimeter dapat turun, meningkatkan risiko kerusakan lebih lanjut. Presiden Lee Jae-myung menyatakan bahwa pemerintah akan memprioritaskan penanganan bencana dan pemulihan infrastruktur, sembari menekankan pentingnya adaptasi terhadap cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Tantangan dan Konteks Perubahan Iklim: Korsel Terkena Hujan Deras Yang Memicu Longsor
Para ilmuwan menegaskan bahwa perubahan iklim telah memperburuk intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem di Korea Selatan. Hujan deras pada Juli 2025 ini termasuk dalam kategori langka, dengan KMA menyebutnya sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali dalam seratus tahun. Wilayah seperti Seosan dan Gunsan mencatat curah hujan per jam tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 1904, dengan Gunsan mencapai 131,7 milimeter dalam satu jam. Tren ini memperkuat kekhawatiran tentang meningkatnya risiko bencana meteorologi di masa depan.
Korea Selatan, yang biasanya siap menghadapi musim monsun, menghadapi tantangan baru karena cuaca yang semakin tidak terprediksi. Banjir besar pada 2022, yang menewaskan 11 orang, menjadi pengingat bahwa sistem penanggulangan bencana perlu terus diperkuat untuk menghadapi ancaman iklim yang semakin kompleks.
Kesimpulan: Korsel Terkena Hujan Deras Yang Memicu Longsor
Hujan deras yang melanda Korea Selatan sejak Juli 2025 telah memicu tanah longsor dan banjir besar, menewaskan sedikitnya lima orang dan memaksa ribuan warga mengungsi. Wilayah seperti Seosan, Gwangju, dan Sancheong menjadi saksi kerusakan infrastruktur dan penderitaan masyarakat akibat cuaca ekstrem yang langka. Pemerintah bergerak cepat dengan evakuasi, penyelamatan, dan rencana pemulihan, namun ancaman hujan susulan tetap membayangi. Peristiwa ini menegaskan dampak nyata perubahan iklim, mendorong Korea Selatan untuk memperkuat kesiapsiagaan bencana demi melindungi warga dan infrastruktur di masa depan.