Banyak Negara di Dunia Sudah Menyerahkan Target Iklim Baru. Pada akhir September 2025, lebih dari 100 negara telah menyerahkan target iklim baru mereka ke Sekretariat Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), menandai kemajuan signifikan menjelang batas waktu Februari 2026. Inisiatif ini bagian dari siklus Nationally Determined Contributions (NDC) ketiga di bawah Perjanjian Paris, di mana negara-negara wajib tingkatkan komitmen untuk kurangi emisi gas rumah kaca. Di tengah KTT Iklim PBB di New York, Sekjen Antonio Guterres puji langkah ini sebagai “sinyal harapan”, meski tekankan bahwa komitmen masih kurang ambisius untuk batasi pemanasan global di 1,5°C. BERITA BASKET
Beberapa negara besar seperti Inggris unggul dengan target netral karbon lebih cepat, sementara China umumkan penurunan emisi absolut pertama kalinya. Namun, negara-negara pengemisi utama seperti Uni Eropa dan India masih tunda pengajuan, picu kekhawatiran atas “penurunan ambisi”. Total, sekitar 22 negara telah serahkan NDC lengkap sejak awal tahun, dengan lebih banyak lagi diantisipasi sebelum COP30 di Brasil November nanti. Ini bukan sekadar kertas: target ini dorong investasi triliunan dolar ke energi terbarukan dan adaptasi, tapi tantangannya tetap besar di tengah bencana iklim seperti banjir Pakistan dan kekeringan Eropa.
Apa Itu Target Iklim Baru: Banyak Negara di Dunia Sudah Menyerahkan Target Iklim Baru
Target iklim baru, atau NDC 3.0, adalah komitmen nasional yang diperbarui setiap lima tahun untuk capai tujuan Perjanjian Paris. Kali ini, fokusnya pada penurunan emisi hingga 2035, selain tingkatkan target 2030, mencakup semua sektor ekonomi seperti energi, transportasi, dan kehutanan. Berbeda dengan NDC sebelumnya yang lebih longgar, yang baru ini harus selaras dengan batas 1,5°C, termasuk rencana transisi dari bahan bakar fosil dan langkah adaptasi terhadap dampak iklim.
Secara sederhana, NDC seperti blueprint negara: Inggris targetkan pengurangan 81% emisi dari 1990 hingga 2035, sementara negara berkembang seperti Brasil rencanakan 16 rencana adaptasi sektoral. Mereka juga harus transparan, dengan laporan kemajuan dan kebutuhan dukungan finansial untuk negara miskin. Hingga kini, 170 negara diharapkan ikut, tapi hanya sebagian yang ajukan—seperti 16 dari 22 pengaju terbaru yang tingkatkan adaptasi. Ini bukan janji kosong: NDC dorong kebijakan domestik, seperti subsidi hijau di Selandia Baru untuk capai target 2031-2035.
Mengapa Hal Tersebut Sangat Penting
Target iklim baru krusial karena jembatan ke netral karbon 2050, tutup “celah emisi” yang saat ini arahkan dunia ke pemanasan 2,6-3,1°C. Tanpa peningkatan ambisi, anggaran karbon untuk 1,5°C habis 86% di dekade ini. Mereka dorong aksi konkret: kurangi subsidi fosil, tingkatkan energi surya, dan lindungi hutan yang serap CO2. Di sisi ekonomi, NDC ciptakan lapangan kerja—seperti jutaan di sektor hijau Eropa—dan kurangi biaya bencana yang capai triliunan dolar tahunan.
Lebih dari itu, ini soal keadilan: negara maju, yang sebabkan 80% emisi historis, harus bantu yang rentan dengan US$100 miliar per tahun. Pengajuan dini seperti di COP29 tunjukkan akuntabilitas, inspirasi negara lain. Jika gagal, seperti NDC 2020 yang kurangi emisi hanya 2,6% dari 2019, kita hadapi krisis makanan dan migrasi massal. Singkatnya, target ini bukan opsional—mereka kunci selamatkan planet sambil bangun ekonomi berkelanjutan.
Apakah Indonesia Sudah Menyerahkan Target Iklim Baru Seperti Negara Lain
Indonesia belum serahkan NDC baru secara resmi ke UNFCCC hingga akhir September 2025, meski draftnya sudah dirilis Agustus 2024 dan dikirim ke parlemen untuk tinjauan. Pemerintah rencanakan ajukan sebelum Q1 2026, tapi pengumuman di COP29 November 2024 tunjukkan niat serahkan Februari 2025. Ini kontras dengan negara seperti Inggris yang sudah ajukan, tapi mirip India dan EU yang tunda.
Draft NDC kedua tingkatkan target 2030 jadi 31,89% pengurangan emisi tak bersyarat (dari 29%) dan 43,2% bersyarat, plus target baru 2035 di mana sektor kehutanan jadi penyerap neto. Ini bangun dari NDC 2022 yang capai 32% tak bersyarat, tapi Climate Action Tracker nilai “kritik tidak cukup” karena bisa dicapai kebijakan saat ini tanpa tambahan ambisi. Indonesia tekankan dukungan internasional untuk kurangi ketergantungan batubara, tapi tantangan seperti deforestasi dan transisi energi lambat hambat kemajuan. Meski telat, ini peluang Indonesia perkuat peran sebagai negara berkembang besar, dengan potensi alam seperti gambut untuk serap emisi.
Kesimpulan: Banyak Negara di Dunia Sudah Menyerahkan Target Iklim Baru
Gelombang pengajuan target iklim baru tunjukkan momentum global, dengan lebih 100 negara langkah maju meski ambisi masih kurang. Dari definisi NDC yang holistik hingga urgensi tutup celah emisi, ini ingatkan bahwa aksi sekarang tentukan masa depan. Indonesia, dengan draft siap tapi belum final, punya kesempatan ikut tren—tapi butuh dorongan untuk tingkatkan target dan implementasi.
Ke depan, COP30 di Brasil jadi ujian: apakah NDC jadi katalisator transisi hijau, atau cuma kertas? Negara-negara harus kolaborasi—finansial dari kaya ke miskin, teknologi untuk semua. Ini bukan akhir, tapi babak baru di mana setiap pengajuan hitung untuk selamatkan 1,5°C. Dengan tekad, kita bisa ubah krisis jadi peluang.