Trump Hentikan Permohonan Imigrasi dari 19 Negara. Pada 2 Desember 2025, pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan penghentian sementara seluruh permohonan imigrasi dari 19 negara yang dianggap berisiko tinggi, memicu reaksi keras dari aktivis hak asasi dan politisi oposisi. Kebijakan ini, yang dikeluarkan melalui direktif U.S. Citizenship and Immigration Services (USCIS), membekukan proses seperti aplikasi green card, naturalisasi, dan status imigrasi lainnya untuk warga negara-negara tersebut. Langkah ini melanjutkan larangan perjalanan parsial yang diberlakukan pada Juni lalu, dan langsung dikaitkan dengan penembakan dua anggota Garda Nasional di Washington DC minggu sebelumnya oleh seorang warga Afghanistan. Trump, dalam pernyataan singkatnya, sebut ini “perlindungan nasional yang diperlukan” terhadap “ancaman keamanan.” Dengan backlog kasus imigrasi yang sudah mencapai 3,7 juta, kebijakan ini bisa memengaruhi ratusan ribu aplikasi, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim dan Afrika. Di tengah janji deportasi massal, langkah ini jadi eskalasi baru di agenda imigrasi Trump yang agresif sejak ia kembali berkuasa Januari lalu. INFO CASINO
Latar Belakang Kebijakan: Larangan Perjalanan yang Diperluas: Trump Hentikan Permohonan Imigrasi dari 19 Negara
Kebijakan ini bukan muncul begitu saja. Pada Juni 2025, Trump terapkan larangan perjalanan parsial terhadap 19 negara, termasuk Afghanistan, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yemen, yang dianggap “negara gagal” dengan risiko terorisme tinggi. Saat itu, larangan hanya batasi visa dan masuk, tapi tak sentuh aplikasi internal. Kini, direktif USCIS pergi lebih jauh: semua permohonan dari warga negara-negara ini dibekukan untuk “peninjauan ulang menyeluruh,” termasuk wawancara baru jika diperlukan.
Pemicunya penembakan di DC, di mana pelaku—seorang warga Afghanistan yang pernah bekerja dengan tim kontra-terorisme CIA—diduga bocorkan info insider. Trump sebut ini bukti “kebijakan Biden yang longgar,” dan langsung perintahkan re-examinasi green card dari negara “bermasalah.” Direktur USCIS, Matthew Tragesser, konfirmasi bahwa agen akan “tinjau ulang setiap pemegang green card dari 19 negara ini,” dengan potensi wawancara ulang. Ini selaras dengan retorika Trump yang sebut kewarganegaraan “privilese, bukan hak,” dan janji deportasi 1 juta orang per tahun.
Daftar Negara yang Terkena: Fokus pada Risiko Keamanan: Trump Hentikan Permohonan Imigrasi dari 19 Negara
19 negara yang terdampak mayoritas dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan, dengan sejarah konflik atau ketidakstabilan. Daftar lengkap mencakup Afghanistan, Burma (Myanmar), Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yemen—yang dapat larangan ketat termasuk suspensi masuk penuh kecuali pengecualian medis. Negara lain seperti Kongo Demokratis dan Sierra Leone masuk karena isu hak asasi dan korupsi.
Alasan utama: keamanan nasional dan keselamatan publik. Pemerintah klaim negara-negara ini punya tingkat penolakan visa tinggi (rata 40 persen) dan keterlibatan dalam kejahatan transnasional. Misalnya, Somalia dan Sudan disebut pusat penipuan kesejahteraan di Minnesota, sementara Iran dan Yemen dikaitkan dengan jaringan teror. Namun, kritikus bilang daftar ini diskriminatif, target mayoritas Muslim—mirip Muslim Ban Trump pertama 2017 yang diblokir pengadilan tapi direvisi. Imigran yang sudah di AS tak terpengaruh langsung, tapi aplikasi keluarga mereka tertunda.
Dampak Langsung: Ribuan Aplikasi Terhenti dan Reaksi Publik
Kebijakan ini langsung lumpuhkan USCIS: ribuan aplikasi green card dan naturalisasi dari 19 negara dibekukan, dengan estimasi 50.000 kasus terdampak di 2025 saja. Di New York dan California, di mana diaspora besar dari Somalia dan Haiti, pengadilan imigrasi kewalahan—backlog bisa tambah enam bulan. Imigran seperti pengungsi Afghanistan yang tunggu reunifikasi keluarga kini was-was, takut aplikasi mereka dibatalkan.
Reaksi meledak: Ilhan Omar, anggota Kongres asal Somalia, sebut ini “rasisme murni” dan tuntut investigasi Kongres. Gubernur Minnesota Tim Walz bilang Trump “membahayakan komunitas rentan,” sementara ACLU ajukan gugatan darurat soal diskriminasi. Di sisi lain, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem puji sebagai “langkah berani,” dan pendukung Trump di media sosial sebut ini “perlindungan Amerika dulu.” Demonstrasi kecil pecah di Minneapolis, dengan 200 orang protes di luar kantor USCIS.
Kesimpulan
Penghentian permohonan imigrasi dari 19 negara oleh Trump jadi eskalasi kebijakan anti-imigrasi yang agresif, bekukan ribuan aplikasi atas nama keamanan tapi picu tuduhan diskriminasi. Dari latar larangan perjalanan hingga dampak backlog dan reaksi politik, langkah ini uji batas hukum dan moral di akhir 2025. Hingga Desember ini, gugatan ACLU dan sidang Kongres bakal tentukan nasibnya—apakah bertahan seperti Muslim Ban atau gagal lagi. Imigran dari Afghanistan hingga Yemen tunggu kepastian, sementara Trump lanjut janji “America First.” Kebijakan ini bukan akhir, tapi babak baru dalam perang imigrasi AS yang tak kunjung usai.