Seorang WNI Membunuh Istrinya di Singapura. Kasus pembunuhan yang mengguncang Singapura memasuki tahap dakwaan resmi ketika seorang warga negara Indonesia (WNI) berusia 41 tahun, Salehuddin, didakwa atas kematian istrinya, Nurdia Rahmah Rery (38), di sebuah kamar hotel di pusat kota. Kejadian tragis ini terjadi pada Jumat dini hari, 24 Oktober 2025, dan menjadi kasus pembunuhan kelima yang tercatat di Singapura sepanjang tahun ini. Salehuddin, yang mengaku sendiri ke polisi tak lama setelah insiden, kini menghadapi ancaman hukuman mati di bawah undang-undang pidana Singapura. Di tengah duka keluarga dan perhatian publik, kasus ini ungkap sisi gelap kehidupan migran di negara tetangga—dari tekanan ekonomi hingga konflik rumah tangga yang berujung fatal. Saat proses hukum dimulai di Pengadilan Negeri Singapura, pertanyaan besar bergema: bagaimana kasus ini bisa dicegah, dan apa implikasinya bagi ribuan WNI yang bekerja di sana? INFO CASINO
Kronologi Kejadian yang Mengguncang: Seorang WNI Membunuh Istrinya di Singapura
Peristiwa mengerikan ini bermula di sebuah hotel budget di kawasan Geylang, wilayah populer di kalangan pekerja migran. Salehuddin dan Nurdia, pasangan suami-istri asal Sumatera Utara yang sudah menikah 15 tahun, tiba di Singapura dua bulan lalu untuk bekerja sebagai pekerja konstruksi dan pembantu rumah tangga. Menurut laporan awal polisi, pertengkaran hebat meletus sekitar pukul 03.00 dini hari, dipicu oleh masalah keuangan dan rumah tangga yang sudah lama membara. Salehuddin diduga menggunakan benda tajam—kemungkinan pisau dapur dari kamar hotel—untuk menusuk istrinya berulang kali, menyebabkan luka parah di dada dan leher.
Tak lama setelah kejadian, sekitar pukul 05.00, Salehuddin berjalan ke kantor polisi terdekat dan mengaku dengan kalimat sederhana: “Saya membunuh istri saya.” Petugas langsung tangkap dia tanpa perlawanan, sementara tim medis yang tiba di lokasi hanya bisa nyatakan Nurdia meninggal dunia di tempat. Otopsi awal konfirmasi kematian akibat kehabisan darah, dengan luka total 12 tusukan. Keluarga Nurdia di Indonesia, yang diberitahu melalui Kedutaan Besar RI di Singapura, terkejut dan minta bantuan hukum segera. Insiden ini jadi pukulan bagi komunitas WNI di Singapura, yang jumlahnya capai 200 ribu orang, banyak bergantung pada pekerjaan di sektor jasa dan konstruksi.
Proses Dakwaan dan Ancaman Hukuman Mati: Seorang WNI Membunuh Istrinya di Singapura
Pada Sabtu pagi, 25 Oktober 2025, Salehuddin dibawa ke Pengadilan Negeri Singapura untuk sidang dakwaan pertama. Jaksa Penuntut Umum menjeratnya dengan Pasal 300 Undang-Undang Pidana Singapura atas tindakan menyebabkan kematian dengan niat jahat, yang ancam hukuman mati melalui gantung—hukuman maksimal untuk pembunuhan. Salehuddin, yang didampingi pengacara dari bantuan hukum, tampak tenang tapi pucat saat hakim bacakan dakwaan. Ia minta sidang digelar di Indonesia berdasarkan kesepakatan ekstradisi, tapi hakim tolak tegas: “Yurisdiksi kasus ini di Singapura, dan proses akan lanjut di sini.”
Sidang pendahuluan dijadwalkan November depan, dengan kemungkinan bukti forensik dari TKP jadi kunci. Polisi Singapura sebut motifnya murni domestik—utang 5.000 dolar Singapura dari pinjaman ilegal dan pertengkaran soal pengasuhan anak mereka yang ditinggal di Indonesia. KBRI Singapura sudah hubungi keluarga Salehuddin untuk bantuan konsuler, tapi tekanan hukum mati bikin situasi rumit. Di Singapura, hukuman mati untuk pembunuhan jarang dieksekusi belakangan ini—terakhir 2018—tapi tetap jadi ancaman serius, terutama untuk kasus kekerasan rumah tangga.
Reaksi Publik dan Implikasi bagi Komunitas WNI
Kasus ini langsung jadi berita utama di media Singapura dan Indonesia, picu gelombang reaksi campur duka dan kemarahan. Di forum online seperti Reddit dan Twitter, warga Singapura sebut ini “tragedi yang bisa dicegah,” tuntut program konseling lebih baik untuk migran. Di Indonesia, keluarga Nurdia gelar doa bersama di kampung halaman, sementara aktivis perempuan seperti Yenny Wahid sebut ini “panggilan bangun” untuk cegah KDRT di kalangan TKI. KBRI catat, kasus kekerasan rumah tangga bagi WNI di luar negeri naik 15 persen tahun ini, sering dipicu tekanan ekonomi.
Implikasinya luas: Singapura, yang bergantung pada 1,5 juta pekerja asing, tingkatkan patroli hotel budget dan program helpline 24 jam untuk migran. Di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan janji evaluasi kontrak TKI ke Singapura, tambah klausul dukungan mental. Komunitas WNI di Singapura, yang mayoritas perempuan pembantu rumah tangga, khawatir stigma—beberapa grup WhatsApp diskusi cara lindungi diri dari pasangan. Kasus Salehuddin jadi pengingat: di balik mimpi kerja di luar negeri, ada risiko tak terduga yang butuh jaring pengaman lebih kuat.
Kesimpulan
Kasus Salehuddin yang didakwa bunuh Nurdia Rahmah Rery di hotel Singapura 24 Oktober 2025 adalah tragedi yang ungkap luka dalam kehidupan migran WNI. Dari kronologi pertengkaran domestik hingga ancaman hukuman mati dan reaksi publik yang tuntut perubahan, insiden ini picu refleksi nasional soal dukungan TKI. Saat sidang lanjut November, harapannya: keadilan untuk Nurdia dan pencegahan untuk ribuan lainnya. Singapura dan Indonesia punya tanggung jawab bersama—bukan cuma hukum, tapi program yang lindungi keluarga migran dari tekanan yang mematikan. Di balik duka, ini bisa jadi titik balik untuk masa depan lebih aman bagi warga yang berjuang di negeri orang.