PBB Butuh Waktu Untuk Selesaikan Bencana Kelaparan Gaza. Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memprihatinkan, dengan PBB mengakui bahwa penyelesaian bencana kelaparan di wilayah itu butuh waktu lebih lama dari perkiraan awal. Pada 17 Oktober 2025, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Gaza, Muhannad Ayyash, menyatakan bahwa meski bantuan makanan sudah mulai mengalir lebih lancar sejak gencatan senjata rapuh Januari lalu, distribusi masih terhambat oleh kerusakan infrastruktur dan ketidakstabilan keamanan. Gaza, yang populasi 2,3 juta jiwa, hadapi kelaparan akut di mana 96 persen warga alami ketidakamanan pangan parah, menurut laporan terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC). Ini bukan sekadar statistik; ia cerita nyata tentang anak-anak yang kelaparan di tenda pengungsian dan keluarga yang bergantung konvoi truk yang sering terhenti di checkpoint. Di tengah konflik yang sudah klaim lebih 40 ribu nyawa sejak 2023, PBB hadapi dilema: bantuan darurat tak cukup, dan solusi jangka panjang terasa jauh. Artikel ini kupas situasi terkini, tantangan utama, dan langkah yang diperlukan untuk atasi krisis ini. REVIEW FILM
Situasi Kelaparan Saat Ini: Dampak Konflik yang Belum Reda: PBB Butuh Waktu Untuk Selesaikan Bencana Kelaparan Gaza
Kelaparan di Gaza bukan kejadian mendadak—ia akumulasi dari blokade ketat, serangan berkepanjang, dan kehancuran sistem pangan sejak Oktober 2023. Data IPC Oktober 2025 tunjukkan Gaza utara masuk fase 5 (kelaparan katastrofik), di mana 1,2 juta warga butuh bantuan segera untuk hindari kematian massal. Anak di bawah lima tahun, sebanyak 300 ribu jiwa, hadapi malnutrisi akut: 15 persen berisiko gagal tumbuh, dan kasus kwashiorkor naik 40 persen sejak Juni. Pasar makanan tutup, lahan pertanian hancur 70 persen, dan nelayan tak bisa melaut karena larangan Israel—akibatnya, impor makanan bergantung 100 persen bantuan luar.
Gencatan senjata Januari 2025 bawa harapan: konvoi UNRWA masuk 500 truk per minggu, bawa 10 ribu ton makanan. Tapi, realita tak seindah itu—hanya 40 persen bantuan capai warga, sisanya tersangkut di Rafah atau rusak di gudang. Keluarga seperti di Jabalia bergantung roti basi dan air keruh, dengan tingkat stunting anak naik 25 persen. Ini bukan krisis sementara; tanpa akses penuh, PBB prediksi 500 ribu anak butuh intervensi gizi darurat hingga 2026. Situasi ini soroti betapa konflik tak hanya hancurkan bangunan, tapi juga jiwa-jiwa kecil yang tak bersalah.
Tantangan Logistik dan Keamanan: Hambatan Utama PBB: PBB Butuh Waktu Untuk Selesaikan Bencana Kelaparan Gaza
PBB hadapi rintangan raksasa dalam distribusi bantuan, di mana logistik dan keamanan jadi musuh terbesar. Checkpoint Israel di Kerem Shalom dan Rafah, yang buka cuma 8 jam sehari, batasi truk masuk jadi 200 per hari—jauh di bawah 500 yang dibutuhkan. Serangan sporadis, seperti tembakan ke konvoi UNRWA 10 Oktober kemarin yang lukai dua sopir, bikin pengemudi ragu: 30 persen konvoi batal karena ancaman. Infrastruktur Gaza hancur: jalan rusak 80 persen, gudang makanan terbakar, dan listrik padam 20 jam sehari hambat pendingin makanan.
Keamanan tak kalah rumit—Hamas dan geng kriminal sering rampas bantuan untuk dijual hitam, klaim 20 persen stok UNRWA. PBB, dengan 13 ribu staf di lapangan, andalkan pasukan biru helm untuk eskorta, tapi kekerasan tetap tinggi: 150 pekerja kemanusiaan tewas sejak 2023. Tantangan ini tak terlepas konflik: Israel tuduh Hamas sembunyikan senjata di gudang bantuan, sementara PBB kritik blokade sebagai “hukuman kolektif”. Logistik ini butuh waktu: rekonstruksi gudang saja ambil enam bulan, dan koordinasi dengan Israel-Palestina sering mandek. Tanpa akses penuh, PBB tak bisa rampas bencana—mereka butuh koridor aman permanen, yang hingga kini masih mimpi.
Upaya dan Proyeksi Jangka Panjang: Langkah Menuju Pemulihan
Meski tantangan berat, PBB tak diam—upaya darurat seperti airdrop makanan dari Yordania mulai Oktober, bawa 100 ton beras per hari, meski mahal 5 kali lipat daripada truk. Program Cash for Nutrition beri voucher makanan ke 200 ribu keluarga, kurangi malnutrisi 10 persen di Gaza selatan. Koordinasi dengan FAO dan UNICEF bangun kebun hidroponik sementara, produksi sayur untuk 50 ribu warga—langkah kecil tapi tahan lama. Proyeksi jangka panjang: PBB target rekonstruksi sistem pangan 2027, dengan biaya 2 miliar USD, termasuk irigasi baru dan pasar lokal.
Tapi, pemulihan butuh damai—gencatan senjata harus permanen, dan bantuan tak terganggu. Tanpa itu, IPC prediksi 1 juta warga Gaza hadapi fase 4 (krisis pangan) hingga 2026. Upaya ini soroti ketangguhan PBB: dari 1948, mereka selamatkan jutaan di konflik, tapi Gaza unik—kepadatan tinggi dan blokade bikin distribusi sulit. Langkah selanjutnya: forum PBB November dorong koridor aman permanen, dan donor seperti Uni Eropa janji tambah 500 juta euro. Pemulihan tak instan, tapi dengan koordinasi global, Gaza bisa bangkit dari kelaparan.
Kesimpulan
Bencana kelaparan di Gaza butuh waktu panjang bagi PBB untuk selesaikan, dari situasi akut yang klaim ribuan nyawa hingga tantangan logistik dan upaya pemulihan yang gigih. Konflik ini tak hanya hancurkan makanan—ia hancurkan masa depan generasi. PBB, dengan bantuan global, punya alat untuk atasi, tapi butuh akses bebas dan gencatan senjata abadi. Bagi dunia, ini panggilan: dari bantuan truk ke dialog damai. Gaza tak boleh tunggu lagi—setiap hari kelaparan adalah hari terlambat. Dengan komitmen bersama, harapan masih ada; semoga langkah selanjutnya bawa makanan dan kedamaian ke meja keluarga Palestina.