Hamas Akan Bahas Rencana Damai Trump di Gaza. Sabtu pagi, 4 Oktober 2025, kantor politik Hamas di Doha jadi pusat perhatian dunia saat juru bicara kelompok itu, Basem Naim, umumkan: “Kami akan bahas rencana damai Trump secara mendalam.” Pernyataan ini datang sehari setelah Presiden AS Donald Trump desak Israel hentikan bom Gaza, klaim Hamas “siap untuk perdamaian abadi”. Di tengah perang yang sudah ambil lebih dari 40.000 nyawa sejak Oktober 2023, langkah ini seperti hembusan angin segar—Hamas setuju lepas semua 200 sandera Israel, tapi dengan syarat negosiasi lebih lanjut atas 20 poin rencana Trump. Dokumen itu, yang janji deradikalisasi Gaza dan pembangunan $100 miliar, langsung kirim ke Qatar untuk mediasi. Respons global meledak: dari pujian Arab Saudi hingga kecurigaan Netanyahu. Saat jeda bom Israel mulai berlaku, pertanyaan besar: apakah diskusi ini bawa akhir perang, atau cuma jeda sementara? Di hari yang penuh ketegangan, Hamas tunjukkan fleksibilitas, tapi dengan garis tegas yang bisa ubah segalanya. BERITA BOLA
Respons Hamas: Kesepakatan Parsial dengan Syarat Ketat: Hamas Akan Bahas Rencana Damai Trump di Gaza
Hamas respons cepat terhadap rencana Trump yang dirilis 30 September lalu, sebut itu “langkah positif tapi butuh penyesuaian”. Naim, dalam konferensi pers virtual dari Doha, bilang: “Kami apresiasi upaya AS, Arab, dan internasional untuk damai, tapi poin seperti demiliterisasi total Gaza tak bisa diterima begitu saja.” Mereka setuju poin utama: lepas sandera Israel—termasuk 150 hidup dan 50 jenazah—dalam 72 jam, tukar 500 tahanan Palestina dari penjara Israel. Ini langkah besar, karena Hamas pegang sandera sejak serangan 7 Oktober 2023, yang picu perang.
Tapi, syaratnya ketat. Hamas tolak bubarkan milisi PIJ dan serahkan senjata tanpa jaminan akhir pendudukan Israel, minta pengawas netral dari PBB dan UEA. Mereka juga desak poin 4-10 direvisi: koridor aman Gaza-Tepi Barat harus bebas blokade, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina tanpa campur tangan Israel. “Ini bukan penyerahan, tapi kompromi untuk rakyat Gaza,” tegas Naim, soroti 70% korban perang adalah sipil. Diskusi internal Hamas dijadwalkan Minggu depan di Gaza City, libatkan pemimpin seperti Yahya Sinwar via video—pertama sejak bom Israel jeda. Respons ini picu harap, tapi juga skeptis: apakah Hamas main politik, atau sungguh siap ubah?
Detail Rencana Trump dan Proses Negosiasi Mendatang: Hamas Akan Bahas Rencana Damai Trump di Gaza
Rencana 20 poin Trump, yang Trump sebut “adil untuk semua”, jadi blueprint diskusi. Poin 1-5 fokus deradikalisasi: Hamas harus hancurkan terowongan dan roket dalam 90 hari, awasi pasukan multinasional AS-Saudi-UEA. Poin 6-10 janji rekonstruksi: $100 miliar untuk pelabuhan, sekolah, dan listrik, danai donor Teluk plus Israel. Trump tekankan di X-nya Jumat: “Hamas siap lepas sandera—Israel, hentikan bom sekarang!” Ini langsung berdampak: IDF umumkan jeda 48 jam, selamatkan ratusan nyawa di Rafah.
Negosiasi Hamas rencana mulai Senin di Doha, mediasi Qatar dan Mesir. Utusan Trump, Jared Kushner, sudah tiba Riyadh untuk lobi Saudi, yang janji $20 miliar jika deal lolos. Hamas minta tambah poin: akhir blokade Gaza sepenuhnya dan hak kembali pengungsi Palestina. Sementara itu, Otoritas Palestina di Ramallah dukung parsial, tapi kritik “terlalu pro-Israel”. Proses ini krusial—jika gagal, Trump ancam “konsekuensi”, mungkin tekan bantuan militer AS ke Israel $20 miliar. Di Gaza, warga rayakan jeda dengan distribusi bantuan pertama sejak Juni, tapi trauma tetap: 1,9 juta pengungsi butuh jaminan permanen.
Implikasi Regional dan Respons Global
Diskusi Hamas ini picu gelombang di Timur Tengah. Netanyahu, di pidato Knesset Sabtu, sebut “Hamas bohongi Trump”, tapi koalisi-nya retak—oposisi desak terima deal untuk selamatkan sandera. Iran, via proxy Hezbollah, ancam sabotase jika demiliterisasi Gaza lolos, tambah ketegangan Lebanon. Sebaliknya, Arab Saudi dan UEA puji: Riyadh tawarkan mediasi dengan Teheran, sementara Dubai siapkan tim rekonstruksi.
Globalnya, PBB via Guterres sebut “peluang emas”, tuntut resolusi Dewan Keamanan. Eropa campur: Jerman dukung, Prancis ingatkan hak asasi. Di AS, Demokrat kritik Trump “lunak ke teroris”, tapi polling CNN tunjuk 62% rakyat dukung deal. Implikasi besar: sukses bisa stabilkan minyak global, kurangi migrasi Eropa, dan buka perdagangan $1 triliun. Tapi gagal, eskalasi Tepi Barat atau Lebanon bisa jadi. Saat Kushner hubungi Hamas via Qatar, dunia tunggu: diskusi ini bisa jadi akhir perang, atau api baru.
Kesimpulan
Hamas janji bahas rencana damai Trump tunjukkan celah harap di Gaza—kesepakatan sandera dan jeda bom bisa jadi pintu akhir perang panjang. Dengan syarat ketat dan negosiasi Doha mendatang, ini ujian bagi Trump: adil atau ultimatum? Respons regional campur, tapi satu hal pasti: Gaza pantas damai, bukan lagi puing. Saat shuttlecock diplomasi terbang, semoga mendarat mulus—untuk sandera, sipil, dan masa depan Timur Tengah yang lebih cerah.