Nasib Nepal Usai Runtuhnya Pemerintahan Resmi Mereka. Pada awal September 2025, Nepal menghadapi krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah pemerintahan resmi mereka runtuh akibat konflik internal di antara partai-partai besar dan ketidakmampuan membentuk koalisi yang stabil. Krisis ini dipicu oleh kegagalan Perdana Menteri Pushpa Kamal Dahal untuk mempertahankan mayoritas di parlemen, ditambah dengan protes massal atas isu ekonomi dan korupsi. Situasi ini membuat Nepal berada di persimpangan: akankah negara ini terjerumus ke dalam kekacauan tanpa pemerintahan, atau mampukah mereka membangun kembali struktur politik yang kokoh? Mari kita ulas kondisi Nepal saat ini, risiko ketidakstabilan, dan langkah-langkah untuk bangkit dari krisis ini. BERITA BASKET
Bagaimana Kondisi Nepal Saat Ini
Nepal saat ini berada dalam kondisi yang genting, baik secara politik maupun sosial. Setelah pembubaran parlemen pada Agustus 2025, negara ini beroperasi di bawah pemerintahan sementara yang lemah, dengan otoritas terbatas untuk membuat kebijakan besar. Ekonomi Nepal, yang sangat bergantung pada pariwisata dan kiriman uang dari pekerja migran, terpukul keras akibat ketidakpastian politik. Inflasi melonjak hingga 8,5% pada 2025, dan harga bahan pokok seperti beras dan bahan bakar meningkat, memicu protes di Kathmandu dan kota-kota besar lainnya. Banjir musiman yang melanda Nepal pada Juli dan Agustus juga memperparah situasi, dengan lebih dari 200.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Secara sosial, ketegangan meningkat antara kelompok etnis dan kasta, yang merasa tidak terwakili dalam politik nasional. Partai-partai besar seperti Nepali Congress dan Partai Komunis Nepal gagal mencapai konsensus untuk membentuk pemerintahan baru, sementara kelompok-kelompok kecil di wilayah Madhesh menuntut otonomi lebih besar. Militer Nepal tetap netral, tetapi ada kekhawatiran tentang potensi kerusuhan jika krisis berlarut-larut. Meski begitu, masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah terus berupaya memberikan bantuan kemanusiaan, menunjukkan ketahanan di tengah kekacauan.
Apakah Nepal Akan Menjadi Negara yang Tidak Memiliki Pemerintahan
Meski situasinya kritis, kecil kemungkinan Nepal akan menjadi negara tanpa pemerintahan sama sekali, seperti kasus Somalia di masa lalu. Nepal memiliki sejarah panjang transisi politik, termasuk berakhirnya monarki pada 2008 dan adopsi konstitusi federal pada 2015. Pemerintahan sementara yang dipimpin oleh pejabat sipil saat ini masih mampu menjalankan fungsi dasar, seperti keamanan dan administrasi publik, meski dengan keterbatasan. Dukungan dari komunitas internasional, termasuk India, Tiongkok, dan PBB, juga membantu mencegah kekosongan kekuasaan total.
Namun, risiko anarki tetap ada jika krisis politik tidak segera terselesaikan. Tanpa pemerintahan yang sah, Nepal bisa menghadapi peningkatan kekerasan, penjarahan, atau bahkan konflik etnis. Ketidakmampuan untuk mengelola bantuan banjir dan krisis ekonomi dapat memperburuk ketidakpuasan rakyat. Meski begitu, tradisi demokrasi Nepal, meskipun rapuh, dan kehadiran institusi seperti Mahkamah Agung memberikan harapan bahwa negara ini tidak akan jatuh ke dalam kekacauan total.
Cara Nepal Untuk Melakukan Struktur Pemerintahan Ulang
Untuk keluar dari krisis, Nepal perlu mengambil langkah konkret untuk membangun kembali struktur pemerintahan yang stabil. Pertama, pemilu baru harus segera diadakan untuk membentuk parlemen yang representatif. Mahkamah Agung Nepal telah memerintahkan pemilu pada akhir 2025, dan Komisi Pemilihan sedang mempersiapkan logistik, meski tantangan seperti pendanaan dan keamanan tetap ada. Kedua, partai-partai besar perlu membangun koalisi yang inklusif, melibatkan kelompok-kelompok kecil dari wilayah Madhesh dan komunitas etnis untuk mengurangi ketegangan sosial.
Ketiga, Nepal harus memperkuat institusi independen seperti Komisi Anti-Korupsi untuk mengatasi persepsi korupsi yang memicu protes. Dukungan internasional juga krusial: India dan Tiongkok, sebagai tetangga terdekat, dapat memberikan bantuan ekonomi dan mediasi politik, sementara PBB bisa membantu memastikan pemilu yang transparan. Terakhir, pemerintah sementara perlu fokus pada pemulihan bencana banjir dan stabilisasi ekonomi melalui subsidi bahan pokok dan insentif pariwisata. Dialog nasional yang melibatkan masyarakat sipil juga bisa membantu menyusun visi jangka panjang untuk pemerintahan federal yang lebih inklusif.
Kesimpulan: Nasib Nepal Usai Runtuhnya Pemerintahan Resmi Mereka
Runtuhnya pemerintahan resmi Nepal pada 2025 telah menempatkan negara ini dalam situasi sulit, dengan krisis ekonomi, bencana alam, dan ketegangan sosial yang memperburuk keadaan. Meski risiko menjadi negara tanpa pemerintahan kecil, Nepal harus bertindak cepat untuk menghindari kekacauan lebih lanjut. Dengan mengadakan pemilu, membangun koalisi inklusif, dan memanfaatkan dukungan internasional, Nepal memiliki peluang untuk membangun kembali pemerintahan yang stabil. Ketahanan masyarakat Nepal dan sejarah transisi politik mereka menjadi modal berharga. Di tengah tantangan ini, semangat untuk bangkit kembali akan menentukan nasib Nepal ke depan, menuju pemerintahan yang lebih kuat dan adil.