Peristiwa Banjir di China, 6 Orang Tewas. Pada akhir Juni 2025, Provinsi Guizhou, China barat daya, dilanda banjir dahsyat yang menyebabkan setidaknya enam orang tewas dan memaksa lebih dari 80.000 warga mengungsi. Bencana ini, yang digambarkan sebagai salah satu banjir terparah dalam setengah abad di wilayah tersebut, dipicu oleh hujan lebat yang terus-menerus dan luapan air dari hulu sungai. Peristiwa ini menambah daftar panjang bencana alam yang melanda China dalam beberapa tahun terakhir, memicu perhatian global terhadap dampak perubahan iklim dan kesiapan penanggulangan bencana. Artikel ini akan mengulas kronologi banjir, dampaknya terhadap masyarakat, upaya penyelamatan, dan langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi krisis ini, berdasarkan informasi terkini. BERITA TOGEL
Kronologi Banjir
Banjir di Provinsi Guizhou dimulai pada 23 Juni 2025, ketika hujan badai melanda wilayah Rongjiang dan Congjiang. Menurut laporan media resmi, curah hujan yang ekstrem menyebabkan Sungai Duliu di Rongjiang melampaui batas peringatan hingga 6,68 meter pada 24 Juni 2025 pukul 14:00 waktu setempat. Genangan air mencapai ketinggian hingga tiga meter, menenggelamkan desa-desa, lapangan sepak bola, dan infrastruktur publik. Hingga 26 Juni 2025, setidaknya enam kematian dikonfirmasi di Rongjiang, dengan ratusan rumah rusak dan ribuan hektar lahan pertanian terendam.
Banjir ini terjadi di tengah musim hujan yang diperparah oleh sisa-sisa Topan Wutip, yang sebelumnya memicu evakuasi massal di wilayah Hunan dan Guangxi. Pusat Meteorologi Nasional China mengeluarkan peringatan kuning untuk hujan badai, menandakan risiko yang signifikan, meskipun tidak mencapai level peringatan tertinggi (merah). Cuaca ekstrem ini juga memengaruhi wilayah lain seperti Fujian dan Guangdong, menambah tekanan pada sistem tanggap darurat nasional.
Dampak pada Masyarakat
Banjir di Guizhou berdampak besar pada kehidupan masyarakat setempat. Sekitar 48.900 warga di Rongjiang dan 32.000 warga di Congjiang terpaksa dievakuasi ke 21 fasilitas relokasi sementara. Banyak warga melaporkan air naik dengan cepat, memaksa mereka mencari perlindungan di lantai atas rumah atau menunggu penyelamatan. Infrastruktur seperti jembatan, jalan, dan jaringan listrik rusak parah, menghambat akses ke daerah terdampak. Salah satu warga Rongjiang menggambarkan situasi mencekam, dengan air membanjiri rumahnya dalam hitungan jam, meninggalkan keluarganya tanpa harta benda.
Wilayah Rongjiang, yang terkenal dengan liga sepak bola pedesaan “Cun Chao,” kehilangan lapangan sepak bola utamanya akibat genangan air. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai miliaran yuan, dengan sektor pertanian mengalami dampak terberat karena tanaman dan ternak hancur. Bencana ini juga memicu kekhawatiran akan penyakit pasca-banjir, seperti kolera, yang sering muncul akibat air yang terkontaminasi.
Upaya Penyelamatan dan Tanggap Darurat: Peristiwa Banjir di China: 6 Orang Tewas
Pemerintah China segera mengaktifkan tanggap darurat Level I, tingkat tertinggi, di Rongjiang dan Congjiang. Lebih dari 3.000 personel penyelamat, termasuk tim Basarnas, pemadam kebakaran penting, dan relawan, dikerahkan untuk mengevakuasi warga dan memulihkan infrastruktur. Rekaman dari televisi nasional menunjukkan petugas mengevakuasi lansia dan anak-anak menggunakan perahu karet di tengah arus yang deras. Helikopter dan drone juga digunakan untuk mendistribusikan bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan ke daerah terisolasi.
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 100 juta yuan (sekitar Rp227 miliar) untuk bantuan bencana di Guizhou, termasuk untuk perbaikan jalan, jembatan, dan jaringan listrik. Presiden Xi Jinping memerintahkan prioritas penyelamatan jiwa dan meminimalkan kerugian, dengan fokus pada pencarian korban yang masih hilang. Meskipun upaya ini berhasil menyelamatkan ribuan warga, tantangan seperti medan pegunungan dan hujan yang terus berlanjut mempersulit operasi.
Implikasi dan Langkah Pencegahan: Peristiwa Banjir di China: 6 Orang Tewas
Banjir ini menyoroti dampak perubahan iklim, yang telah meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di China. Para ilmuwan mencatat bahwa kombinasi hujan lebat, topan, dan faktor topografi, seperti pegunungan di Guizhou, memperburuk risiko banjir. Insiden ini mengingatkan pada banjir bersejarah di Sungai Yangtze pada 1931, yang menewaskan jutaan orang, dan menegaskan perlunya investasi jangka panjang dalam infrastruktur tahan bencana.
Untuk mencegah bencana serupa, pemerintah China telah mengumumkan beberapa langkah, termasuk:
-
Peningkatan Infrastruktur: Membangun tanggul dan sistem drainase yang lebih kuat di daerah rawan banjir.
-
Pemantauan Cuaca: Memperluas jaringan peringatan dini untuk memberikan informasi lebih cepat kepada warga.
-
Edukasi Publik: Melatih komunitas lokal tentang evakuasi dan kesiapsiagaan bencana.
-
Pengelolaan Lingkungan: Mengurangi deforestasi dan meningkatkan reboisasi untuk mencegah longsor dan luapan air.
Selain itu, China berencana meningkatkan kolaborasi internasional dalam penanggulangan bencana, seperti yang telah dilakukan dengan Indonesia dalam latihan gabungan penanganan bencana.
Kesimpulan: Peristiwa Banjir di China: 6 Orang Tewas
Banjir dahsyat di Provinsi Guizhou pada Juni 2025, yang menewaskan enam orang dan mengungsi lebih dari 80.000 warga, menjadi pengingat akan kerentanan China terhadap bencana alam yang diperburuk oleh perubahan iklim. Meskipun pemerintah telah menunjukkan respons cepat melalui evakuasi massal dan alokasi dana bantuan, kerusakan infrastruktur dan kerugian ekonomi tetap signifikan. Peristiwa ini mendorong seruan untuk perbaikan sistem pengendalian banjir dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat. Dengan langkah-langkah pencegahan yang lebih kuat dan investasi dalam infrastruktur, China berharap dapat meminimalkan dampak bencana serupa di masa depan, melindungi nyawa dan harta benda warganya.